Sekjen Hadiri Seminar Nasional Majelis Pemuda Islam Indonesia
JAKARTA - Sekretaris Jenderal PP Syabab Hidayatullah Suhardi Sukiman undangan peserta Seminar Nasional diselenggarakan Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) yang diselenggarakan di Kantro MUI Pusat Jl Proklamasi, Kamis (27/10/2016).Seminar sehari tersebut mengusung tema "Konsolidasi Demokrasi Indonesia yang Berkeadaban dalam Perspektif Pemuda Islam" dengan menghadirkan 3 pembicara yaitu Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Coumas, dan Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid.
Masalah demokrasi, Suhardi dalam keterangannya mengatakan, sebuah jamaah atau komunitas Islam tidak boleh meningggalkan musyawarah hanya karena alasan bahwa keputusan syura biasa salah atau bahkan kesalahan tersebut membawa petaka.
"Saya kira, semangat luhur demokrasi sejalan dengan prinsip Syura' dalam Islam dimana segenap elemen warga negara memiliki ruang berpartisipasi yang sama dan sejajar yang tujuannya untuk kemaslahatan bersama," terang Suhardi.
Spirit syura juga telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dikala kaum Muslimin khawatir tidak diajak lagi bermusyawarah oleh Nabi Muhammad Shalalallahu alaihi wa Sallam (SAW) setelah pasukan Islam mengalami kekalahan dalam perang Uhud. Dan, seperti diketahui, pillihan Rasulullah SAW untuk mengikuti pendapat mayoritas adalah sebuah qudwah sekaligus uswatun hasanah bagi ummat di belakangnya.
Nabi pula menegaskan, “Dua orang atau lebih baik dari seorang dan tiga orang lebih baik dari dua orang, dan empat orang lebih baik dari tiga orang,. Tetapkanlah kaum dalam jamaah. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan mempersatukan ummatku kecuali dalam petunjuk (hidayah). “(Riwayat Abu DAud)”.
Namun, tentu saja tidak semua keputusan harus didasarkan pada suara terbanyak. Dari tiga jenis keputusan, hanya satu yang bisa dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Tiga jenis keputusan itu adalah,
Pertama, keputusan yang berkaitan dengan hukum syariah. Terhadap keputusan ini, tidak harus dilakukan dengan suara terbanyak tetapi diserahkan kepada para ahlinya. Siapa yang paling rajih, maka pendapat itulah yang harus diikuti.
Kedua, keputusan yang berkaitan dengan disiplin ilmu dan segala hal yang berkaitan dengan masalah akademis. Terhadap keputusan ini, otoritasnya di tangan para pakar dan orang-orang yang ahli di bidangnya.
Ketiga, keptusan yang berkaitan dengan melaksanakan tindakan seperti memilih wakil umat, kepala Negara, atau ketua organisasi. Terhadap keputusan jenis ini, yang paling afdhal adalah melalui suara terbanyak. Jenis keputusan ini tidak berkaitan dengan benar atau salah, halal atau haram, juga tidak berkaitan dengan baik atau buruk.
Zainut Tauhid dalam pandangannya tentang demokrasi utamanya dalam hal Agama dan kepemimpinan. Ia mengutip ungkapan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, bahwa agama dan kekuasaan itu seperti dua sisi dari satu mata uang.
"Islam dan demokrasi harus berjalan bersama. Sehingga ummat Islam dalam hal kepemimpinan adalah yang sangat prinsip karena ini menyangkut kepentingan umat Islam," kata Zainut.
Namun, dia menambahkan, demokrasi di Indonesia masih kita dapati demokrasi yang saling sandera menyandera. Sarat transaksional dan kesan politik jual beli.
Karena itu, menurut Zainut, Ummat Islam harus berada pada posisi menetukan dan untuk mencapai hal tersebut umat harus masuk partai karena itulah jalannya di negara kita, pungkasnya.
Sementara itu Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, lebih banyak berbicara pada hal mendasar dalam kata berkeadaban pada tema yang diangkat dalam seminar ini
"Bahwa problem utama bangsa ini ada pada nilai. Nilai yang berlaku di negara kita harus dipegang dengan penuh komitmen sehingga inilah yang akan memperkuat kultur kita sebagai sebuah negara bangsa. Apalagi dengan dasar negara yang kita mliki sangat bersesuain dengan napas Islam. Karena memang itulah warisan dari para pejuang ulama Islam," jelas Dahnil Simanjuntak.
Sehingga, lanjut Dahnil, berangkat dari dasar negara Indonesia bagi kita ummat Islam sebenarnya apa yang kita lakukan dalam mengisi kemerdekaan ini ada kontrak ketuhanan dan kontrak masyarakat. Demokrasi yang kompatibel dengan ajaran Islam arus kita pegang dengan baik.
"Namun, absenya integritas pemimpin, masyarakat, dan pemuda, menjadi problem terbesar di negeri kita," kata Dahnil.
Dia menambahkan, setiap kita harus punya konpetensi sehingga kita bisa berbuat dan berjuang untuk kepentingan ummat dan bangsa.
"Sehingga ketika ada yang beranya kepada saya. Mas Dahnil, apa kompetensinya, maka saya akan jawab keuangan publik. Karena itulah konsen saya dari awal kuliah sampai program doktor dengan konsentrasi yang sama keuangan Publik," pungkasnya.
Senada dengan itu, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Coumas mengatakan, tantangan politik Islam adalah uang dan para cukung.
"Pengusaha dan cukong nakal mau membeli integritas Pancasila yang sudah final dan merupakan konsensus kita bersama, tidak bisa," tutupnya. (YBH/HIO)