News Breaking
PHTV
wb_sunny

Breaking News

Menjelaskan Sistem Penjelas

Menjelaskan Sistem Penjelas

PADA akhir pekan kemarin, saya dan kawan-kawan dari Pengurus Wilayah Syabab Hidayatullah Jabodebek beserta abang-abang dari Pengurus Pusat Syabab Hidayatullah duduk bersama dalam sarasehan yang bertajuk “Sarasehan Perkaderan Syabab Hidayatullah”.

Pada salah satu sesi dari sarasehan ini ada sesi yang diisi oleh ustadz Suharsono, seorang ideolog Hidayatullah.

Sepanjang sesi yang berlangsung kurang lebih tiga jam itu ada satu istilah yang begitu melekat pada pikiran kami. Terutama saya. Istilah itu adalah Sistem Penjelas.

Istilah ini bersemayam di pikiranku tiga hari belakangan ini. Selain memikirkannya, aku juga memikirkan bagaimana cara menjelaskan istilah ini dengan baik. Bukan untuk siapa-siapa, untuk diriku sendiri dulu pertama-tama.

Berdasarkan yang aku pahami dari penjelasan ustadz Suharsono, sistem penjelas adalah cara atau metode yang digunakan untuk menjabarkan suatu ide sehingga dapat dipahami dengan baik dan benar. Sehingga kemudian ide itu menjadi mungkin untuk diterapkan.

Sistem penjelas bisa diibaratkan sebagai iklan suatu produk, suatu pola marketing yang akan menyampaikan segala sesuatu mengenai produk tersebut kepada masyarakat.

Produk yang bagus tanpa iklan yang bagus tidak akan laku di pasaran. Demikian pula sebuah ide. Meskipun memang bagus dan bahkan benar, namun jika tidak disertai dengan sistem penjelas yang baik, ide tersebut akan mental ketika berhadapan dengan realitas.

Ustadz Suharsono mengatakan bahwa dunia ini terbagi tiga; idiil, imajinal, dan riil. Dunia idiil adalah alam idea di mana ide-ide tumbuh. Sedangkan dunia riil adalah alam realita di mana kenyataanlah satu-satunya yang ada.

Antara dua dunia itu, ada dunia imajinal. Atau alam imajinasi, yang merupakan jembatan yang menghubungkan antara dunia idiil dan dunia riil. Di dunia imajinal itulah sistem penjelas berada.

Maka, sistem penjelas adalah instrumen yang akan membawa ide dari dunia idiil ke dunia riil. Tanpa sistem penjelas mustahil ide itu dapat menjadi sesuatu yang nyata.

Ketika manusia mempunyai ide untuk terbang, misalnya, ide itu tidak mungkin dapat menjadi kenyataan sebelum melalui dunia imajinal yang dibentuk oleh sistem penjelas.

Pertanyaan tentang bagaimana, dengan apa, dan sederet pertanyaan lainnya akan datang menghadang. Pada saat inilah sistem penjelas harus dikemukakan agar semua pertanyaan itu terjawab dan mengubah asumsi yang semula tidak mungkin menjadi mungkin.

Ide untuk terbang itu harus diolah terlebih dahulu, dijelaskan terlebih dahulu dengan rumus, perhitungan, rancangan, serta konsep-konsep yang sistematis. Setelah sistem penjelasnya kuat dan matang, baru kemudian ide tersebut dapat diterapkan. Itu pun masih ada kemungkinan gagal jika ada satu saja celah yang tidak dapat dijelaskan.

Hanya dengan sistem penjelas yang sempurna saja ide untuk terbang yang semula berasal dari dunia idiil itu bisa menjelma realita terbang yang sesungguhnya di dunia riil ini.

Sehingga bisa dikatakan bahwa semua ide yang lahir dari pikiran manusia hanya akan menjadi ide semata jika tidak memiliki sistem penjelas yang baik. Ini bukan hanya berlaku pada tataran teknologi seperti contoh yang saya kemukakan di atas, melainkan pada semua segi dan semua lini kehidupan manusia.

Sebutlah saja misalkan pada lini politik ada ide Khilafah Islamiyah yang diusung oleh Hizbut Tahrir atau ide hukumiyyatullah (penegakan hukum Allah) yang diusung oleh Ikhwanul Muslimin. Kedua ide itu masing-masing memiliki sistem penjelas.

Di Hizbut Tahrir ada Taqiyuddin an-Nabhani yang membangun sistem penjelas bagi ide Khilafah Islamiyah. Sedangkan Ikhwanul Muslimin memiliki Sayyid Quthb yang menulis Ma’aalim fith-Thariiq sebagai sistem penjelas bagi ide hukumiyyatullah.

Sistem penjelas ini harus bersifat common sense. Dalam artian masuk akal atau sesuai dengan standar berpikir yang ada. Dengan kata lain, sistem penjelas itu harus intelektual.

Sistem penjelas yang tidak intelektual hanya akan mejadi takhayul dan dongeng semata yang tidak akan memiliki kekuatan apa-apa dalam Kenyataan. Seumpama cerita-cerita dalam novel dan komik.

Hidayatullah sebagai gerakan dakwah dan tarbiyah dengan visi Membangun Peradaban Islam telah memiliki ide yang dinamakan Sistematika Wahyu sebagai metodologi dalam mewujudkan visi tersebut. Ide yang lahir dari ijtihad Abdullah Said dengan berlandaskan pada pola perjuangan Rasulullah ini adalah barang bagus, meminjam istilah ustadz Suharsono.

Namun barang bagus ini harus memiliki sistem penjelas yang bagus pula. Inilah tantangan nyata bagi kader-kader Hidayatullah.

Meskipun Hidayatullah telah memiliki ustadz Suharsono sebagai seorang ideolog yang membangun Sistem Penjelas bagi Sistematika Wahyu, salah satunya melalui buku beliau Membangun Peradaban Islam; Menata Indonesia Masa Depan dengan al-Qur’an, kenyataannya Hidayatullah masih membutuhkan lebih banyak lagi sosok seperti ustadz Suharsono.

Sebab belum ada kesepahaman yang menyeluruh di kalangan kader Hidayatullah mengenai sistem penjelas ini. Sehingga masih kerap kita temukan perasaan inferior dalam diri kader Hidayatullah dalam mengemukakan ide Sistematika Wahyu di hadapan umat Islam.

Hal ini, sebagaimana disinyalir oleh ustadz Suharsono sendiri, bukan karena Sistematika Wahyu itu bukan barang bagus, melainkan karena ada ketidakpercayaan pada diri sebagian besar kader Hidayatullah yang, meskipun memahami Sistematika Wahyu, tidak mampu menjelaskannya secara intelektual. Dengan kata lain mereka belum memiliki sistem penjelas.

Problematika ini harus segera dituntaskan oleh kader-kader Hidayatullah. Sebab dalam dialektika antar kontruksi nilai, yang bertahan dan menang adalah yang memiliki sistem menjelas yang paling memadai.

Oleh karena itu kader-kader Hidayatullah dituntut untuk membangun sistem penjelas yang memadai. Studi Sistematika Wahyu, baik secara konstruktif maupun komparatif, harus selalu dan terus menerus diadakan. Terutama di kalangan kader muda Hidayatullah sebagai ahli waris ide ini.

Kajian dan diskusi Sistematika Wahyu harus selalu dan terus menerus dihidupkan. Sehingga tidak akan ada lagi seorang kader muda Hidayatullah yang gagap berbicara mengenai Sistematika Wahyu.

Di sinilah Syabab Hidayatullah, sebagai sayap kepemudaan Hidayatullah, mesti mengambil peran dalam rangka menunaikan tanggung-jawabnya untuk turut andil dalam mewujudkan visi Membangun Peradaban Islam.

Al-Haqqu mir-Rabbika falaa takuunanna minal-Mumatariin

Tags