Sekjen PP Syabab Hidayatullah Imam Nawawi Ajak Pemuda Melek Politik
Terlebih belakangan, lanjut dia, tidak sedikit aktivis politik yang telah menjadi pejabat negara yang menjadi penghuni hotel prodeo karena terkena Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Umumnya budaya bangsa Indonesia dalam melihat sesuatu sebatas permukaannya belaka, sehingga politik dipandang kotor, bukan karena politik sebagai sebuah ilmu dan terapan benar-benar kotor, tetapi lebih karena politisi yang seperti anti dengan kebersihan dan kesucian," kata Imam Nawawi ketika menjadi narasumber seminar kepemudaan yang diselenggarakan PW Syabab Hidayatullah Kalimantan Utara dengan tema "Pemuda Melek Politik" di Kota Tarakan, Sabtu 22 September 2017.
Pada akhirnya, tambah Imam, tidak sedikit pemuda, remaja dan kaum hawa secara umum acuh tak acuh dengan politik. Pada akhirnya bangsa Indonesia secara politik belum seutuhnya dan sepenuhnya berdaulat.
Sebagai contoh, Imam menyebutkan, dalam kebijakan-kebijakan ekonomi. Negeri ini telah 72 tahun merdeka, namun secara ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia belum lepas dari kubang kemiskinan dan kebodohan.
"Belakangan, seperti massif di media sosial, petani tebu dan garam mesti gigit jari karena kebijakan pemerintah lebih tertarik dengan impor daripada memberdayakan petani dalam negeri," imbuhnya.
Sementara para remaja, mahasiswa, dan pemuda semakin jauh dari pemahaman politik yang sesungguhnya, yang menjadikan para pemuda saat ini banyak absen dari wacana dan aksi-aksi politik secara luhur dan berbudi.
"Belajar dari tragedi kemanusiaan Rohingya di Rakhine State, semua itu terjadi karena sebab kebijakan politik. Dan, kebiadaban politisi menjadikan Rohingya tersiksa lahir bathin, sementara berbagai negara Muslim tidak bisa serta-merta membantu mereka. Mengapa itu semua terjadi, karena kebijakan politik," cetus penulis buku Mindset Surga ini.
Imam memandang dalam konteks politik internal di Indonesia, naiknya harga BBM, Tarif Dasar Listrik dan lain sebagainya adalah karena kebijakan politik.
Dengan kata lain, terangnya, jika politik diisi oleh politisi-politisi yang tidak bermoral, bisa dikatakan kesengsaraan rakyat akan menjadi keniscayaan. Sebab, lanjutnya, rakyat akan kesulitan mendapat kemakmuran dari isis kebutuhan pokok, sementara biaya sekolah atau kuliah benar-benar tidak mudah dijangkau oleh mayoritas rakyat Indonesia.
"Dengan demikian, kini saatnya kaum muda Indonesia, terkhusus pemuda di Kaltara menyadari pentingnya melek sosial politik. Silakan aktif dengan gadget yang dmiliki, namun milikilah cita-cita untuk menjadikan rakyat Indonesia lebih maju dan sejahtera lahir-bathin," katanya.
Imam mengatakah, kalau kita bertanya, sampai kapan kekalutan karena kebijakan politik yang tidak pro rakyat berakhir, jawabannya tergantung kesiapan kita semua, kaum muda hari ini.
Isu Kekinian
Imam Nawawi juga berbicara tentang politik dan kaitannya dengan fenomena kekinian. Menurutnya, dalam konteks kekinian soal G30S-PKI sejatinya adalah sebuah gerakan politik.
Mengutip pernyataan Prof. Salim Said dalam ILC yang bertema PKI Hantu atau Nyata menegaskan bahwa kalau PKI ingin melakukan pelurusan sejarah, hendaknya melalui jalur akademik dengan riset dan bukti yang valid.
"Bukan dengan gerakan politik, mengadakan seminar ini, seminar itu bukanlah pelurusan yang seharusnya ditempuh, karena itu adalah gerakan politik bukan akademik. Dan, setiap gerakan politik akan memprovok gerakan politik lainnya," kutip Imam.
Dengan demikian, terangnya, jelas bagi kita bahwa politik adalah arena yang murni pada hakikatnya, dan para pemuda perlu memahami agar ada kesadaran tinggi dalam diri bahwa jangan orang-orang kotor yang memasuki dan menguasainya.
Dua Kekuatan
Imam memandang, pemuda dan politik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kemerdekaan bangsa ini adalah buah dari jerih payah, perjuangan dan pengorbanan kaum muda.
Termasuk, kata dia, peralihan Orde Baru menuju Reformasi adalah buah kesadaran politik kaum muda yang belakangan, ternyata menjadi "penyesalan" sejarah, sebab era Reformasi belum benar-benar mampu mewujudkan kesejahteraan dan kedaulatan ekonomi NKRI secara utuh dan menyeluruh.
Oleh karena itu, kata Imam, penting bagi kaum muda memahami dan menyadari bahwa kaum muda dengan politik adalah dua kekuatan yang harus dipadukan. Sebab, dalam kenyataan, politik merupakan hal yang melekaat dalam lingkungan hidup manusia.
Kata Imam, politik hadir di mana-mana, di sekitar kita. Sadar atau tidak, mau atau tidak, politik ikut memengaruhi kehidupan kita sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok masyarakat.
Hal itu menurut Imam berlangsung sejak kelahiran sampai dengan kematian, tidak peduli apakah kita ikut memengaruhi proses atau tidak.
Dengan demikian, kata dia, ungkapan Aristoteles, "Politik merupakan master of science" merupakan suatu ungkapan yang layak diperhatikan.
Imam menyebutkan, ungkapan Aristoteles itu memiliki relevansi kuat dengan apa yang dilakukan sosok pemuda luar biasa yang membangun peradaban Islam di Andalusia (Spanyol sekarang) pada usia belum melampaui 25 tahun.
Imam mengutip Prof. Ragib As-Sirjani dalam bukunya "Qishshatul Andalusia" yang menuliskan bahwa sosok muda bernama Abdurrahman Ad-Dakhil (113-172 H/731-788 M) benar-benar memahami politik dengan benar, sehingga di bawah kepemimpinannya, bukan saja pembangunan fisik yang berjalan luar biasa, tetapi gerakan keilmuan dan penghormatan tinggi terhadap ilmu dan ulama sangat luar biasa, sehingga bisa disaksiskan dunia dalam lembaran sejarah dunia, Andalusia merupakan tempat lahirnya banyak saintis, inventor dan ulama yang luar biasa setelah Baghdad di dunia Islam bagian Timur.
Artinya, terag Imam, satu sosok pemuda yang memahami politik dengan benar, menjadikannya sebagai alat pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memajukan dan menyejahterakan kehidupan rakyat dengan sungguh-sungguh, sudah bisa menjawab kerinduan massa dan zaman akan kehidupan yang lebih baik bahkan menjadi catatan emas sejarah peradaban manusia.
Maka tidak heran jika kemudian Bung Karno berkata, " Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia."
"Ungkapan luar biasa yang berdasarkan pada bukti-bukti sejarah. Sejenak mari kita alihkan perhatian pada bagaimana Nabi Muhammad berhasil membangun peradaban Islam di Madinah Al-Munawwarah. Di antara kunci utamanya adalah kehadiran kaum muda yang memerankan fungsi high politiknya dengan sangat baik," papar Imam.
Imam melakukan napak tilas sejarah. Kata dia, jauh sebelum hijrah, Rasulullah telah mengutus sosok muda bernama Mush'ab bin Umair. Mush’ab bin Umair adalah agen politik muda Rasulullah yang dipersiapkan untuk menjalankan prosesi hijrah di Yatsrib (Madinah sekarang) secara baik dan lancar.
Mush'ab bin Umair dipilih karena memiliki ilmu yang mendalam dan kecerdasan sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya untuk menjadi agen politik yang mendakwahi penduduk Yatsrib.
Saat datang di Madinah, Mush’ab tinggal di tempat As’ad bin Zurarah. Di sana ia mengajarkan dan mendakwahkan Islam kepada penduduk negeri tersebut, termasuk tokoh utama di Madinah semisal Saad bin Muadz.
Dalam waktu yang singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun memeluk agama Allah ini.
"Hal ini menunjukkan –setelah taufik dari Allah- akan kedalaman ilmu Mush’ab bin Umair dan pemahamanannya yang bagus terhadap Alquran dan sunnah, baiknya cara penyampaiannya dan kecerdasannya dalam berargumentasi, serta jiwanya yang tenang dan tidak pernah tergesa-gesa," jelas anak muda yang besar di Jonnggon Tenggarong ini.
Imam menyebutkan, kecerdasan Mush'ab bin Umair yang dikerahkan untuk mewujudkan masyarakat yang bertauhid di Yatsrib benar-benar membuahkan hasil, sehingga Yatsrib menjadi tempat pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya hijrah. Dan kemudian kota itu dikenal dengan Kota Nabi Muhammad (Madinah an-Nabawiyah).
"Mengambil spirit dari dua sosok muda tersebut sangat penting kita menyimak apa yang disapaikan oleh Bung Hatta, "Hanya ada satu negara yang pantas menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan dan perbuatan itu adalah perbuatanku," kata Imam mengutip perkataan Bung Hatta.
Artinya, jelas Imam, saatnyalah kini kaum muda di Indonesia, terkhusus di Kalimantan Utara bertekad, berazam, berniat untuk menjadikan setiap perbuatannya adalah perbuatan high politics (Politik yang luhur) yang mungkin tidak mengubah masyarakat dalam 24 jam, tapi akan mengubah segalanya dalam satu dekade yang akan datang.
"Jadilah inspirator, sebab mereka yang menjadi inspirasi dunia adalah sosok-sosok muda yang tidak membuang waktunya, tetapi tenang dalam "semedi" pemikiran dan tangkas dalam medan dedikasi hidup, bukan saja untuk dirinya, tetapi juga bagi agama, bangsa dan negara. Dengan memadukan dua pemahaman tentang pemuda dan politik, insya Allah ke depan akan lahir banyak solusi daripada caci maki terhadap apa yang terjadi," harapnya.
Imam menerangkan, wujud konkret dari dua kekuatan yang harus terus diasah dalam hal ini adalah pemuda dengan ilmu, pemuda dengan iman, pemuda dengan amal sholeh, pemuda dengan akhlak, pemuda dengan dakwah dan pemuda dengan jihad.
"Jika sosok muda di Kalimantan Utara mampu memadukan dua kekuatan di dalam dirinya tersebut, maka perubahan itu bukan impian, melainkan kenyataan yang tinggal menunggu waktu dan takdir Tuhan," cetusnya.
Menyikapi Politik Praktis
Mengutip perkataan yang pernah dilontarkan Presiden RI ke-3 BJ, Imam Nawawi menegaskan bahwa hanya anak bangsa sendirilah yang dapat diandalkan untuk membangun Indonesia, tidak mungkin kita mengharapkan dari bangsa lain
Ungkapan itu menurut Imam hendaknya mendorong anak-anak muda Indonesia untuk turun tangan, berbuat dan berdedikasi. Pertanyaannya bagaimana sikap kita terhadap politik praktis yang menentukan kepemimpinan sebuah wilayah, daerah bahkan bangsa dan negara ini setiap lima tahunan?
"Politik praktis memang medan yang tidak bisa disikapi secara hitam putih, namun demikian bukan berarti sikap kaum muda harus abu-abu alias tidak jelas. Kaum muda harus mampu menjadikan arena politik praktis sebagai media perubahan, yakni dengan menghimpun kekuatan dan memastikan kandidat yang dipilih adalah kandidat yang teruji dalam kepemimpinannya, telah banyak berbuat, bukan bagus janji dan ungkapan-ungkapannya semata, sementara bukti dari kehadirannya tidak pernah benar-benar mendatangkan peruabahan nyata dalam kehidupan rakyat," jelas master pendidikan jebolan UIKA Bogor ini.
Imam mengingatkan, kita harus mencari kandidat-kandidat yang bersih. Kepada merekalah suara akan harapan perubahan kita titipkan. Seperti disampaikan oleh Gubernur Terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, "Justru harus lebih banyak orang bersih, berintegritas, kompeten yang berada di pemerintahan dan politik, karena di sana keputusan yang menyangkut kepentingan publik dibuat."
"Dengan demikian, politik praktis tidak perlu kita sikapi dengan rumit dan runyam, karena sesungguhnya politik praktis adalah politik sederhana, sebatas soal menjatuhkan pilihan. Namun, kepada siapa pilihan akan dijatuhkan disitulah kaum muda harus benar-benar valid dalam setiap keputusannya," kata Imam.
Imam mengingatkan bahwa keliru dalam satu pemilihan, lima tahun akan sengsara, menderita dan perubahan tinggallah utopia.
"Di sinilah kaum muda harus cerdas, agar politik praktis tidak selalu menjadi bumerang bagi kehidupan warga negara NKRI," pungksnya.
Seminar kepemudaan yang merupakan rangkaian acara Rapat Kerja Wilayah Syabab Hidayatullah Kalimantan Utara juga menghadirkan Dr Muhammad Aris, M.Kes (dosen Akper Kaltara), dimoderatori Muhammad Naseruddin dan dihadiri ratusan peserta. (ybh/hio)