News Breaking
PHTV
wb_sunny

Breaking News

Benar Membaca, Membaca yang Benar

Benar Membaca, Membaca yang Benar

Oleh Mazlis B. Mustafa*

MENURUT data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya dari 1.000 orang Indonesia, cuma ada 1 orang yang rajin membaca. Penelitian lain yang berjudul World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, menunujukkan Indonesia berada di urutan dua terakhir sebagai negara dengan nilai literasi tertinggi yakni peringkat 60 dari 61 negara yang diteliti.

Masih dari sumber yang sama, menurut lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Sedangkan, menurut data wearesocial per Januari 2017 mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari.

Dua data kontras di atas membawa situasi pelik lainnya, minat baca yang lemah tapi cerewet di media sosial. Alhasil, melahirkan banyaknya informasi yang tidak benar (hoax) dan tidak tepat.

Selain itu, budaya asal sharing (berbagi informasi) semakin pesat. Berbagi informasi akan bernilai positif manakala informasi yang diberikan adalah informasi yang benar. Tetapi dengan minat dan daya baca yang rendah, maka potensi informasi yang beredar adalah informasi yang tidak berdasar.

Pepatah lama mengatakan, “you are what you read”. Artinya engkau adalah apa yang kau baca. Semakin banyak informasi salah yang dibaca seseorang, maka semakin salah pula wawasan, pemahaman, pemikiran yang dilahirkan. Apalagi, dalam situasi pandemi Novel Corona Virus Disease (Covid-19) seperti sekarang ini.

Informasi yang berseliweran terlalu banyak sehingga melahirkan, pemahaman yang bermacam-macam. Kesalahan informasi bahkan dapat melahirkan sikap yang tidak tepat dan merugikan dirinya bahkan orang lain.

Menyepelekan wabah ini sehingga menjadi carrier bagi orang lain, terlalu takut sehingga panic buying sampai bunuh diri, menolak jenazah yang terinfeksi Covid-19 di antara sikap yang tidak tepat karena membaca yang informasi yang salah dan tidak faham masalah.

Semakin banyak informasi benar yang dibaca seseorang, maka semakin benar pula wawasan, pemahaman dan pemikiran yang dilahirkan.

Maka dari itu, agama Islam sejak awal sudah memberikan petunjuk agar manusia benar membaca dan membaca dengan cara yang benar pula.

Membaca!

Cerita tentang minat baca, seharusnya Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia harusnya menjadi negara dengan nilai literasi dan minat baca yang tertinggi. Ini karena ayat Al Qur’an pertama yang turun adalah perintah membaca!.

Allah SWT tentu memiliki maksud yang sangat penting di balik diturunkannya perintah membaca sebagai perintah pertama dari sekian banyak bidang kehidupan yang ada.

Bahkan, ketika Rasulullah SAW memberikan jawaban bahwa baginda tidak bisa membaca dan tidak tahu apa yang harus dibaca (“Maa anaa bi qari?”), Malaikat Jibril tetap bersikeras agar Rasulullah SAW membaca:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari 'Alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.”

Perintah Iqra’ bahkan dua kali disebutkan dalam wahyu pertama ini yang semakin menegaskan arti pentingnya membaca. Bahkan, diperintahkan kepada orang yang seumur-umur tidak bisa membaca (ummiy).

Membaca adalah sumber ilmu, baik membaca ayat-ayat qauliyah maupun ayat-ayat kauniyah. Menelaah, meneliti, mendalami dan menghayati ayat-ayat Allah SWT melahirkan pemahaman dan wawasan luas yang akan mengantarkan seseorang menjadi orang yang berilmu.

Imam Bukhari rahimahullah menyatakan dalam kitabnya Shahih Al-Bukhari  “Al-‘Ilmu Qabla Al-Qaul wa Al-‘Amal” (ilmu sebelum berkata dan beramal). Yang didukung oleh dalil:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu’.” (QS. Muhammad: 19).

Kalimat “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah” menunjukkan perintah untuk berilmu dahulu. Sedangkan kalimat “mohonlah ampunan bagi dosamu” menunjukkan amalan.

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al Isra : 56)

Membaca dengan benar

Sebagaimana daya pandang, maka akal manusia juga memiliki batas. Oleh karena akal dengan bantuan panca indera memiliki batas, maka Allah SWT mengutus manusia-manusia mulia, para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan ilmu agar manusia dalam membaca semua ayat-ayat-Nya tetap di jalur kebenaran yang hakiki.

Untuk itu, Allah SWT memberikan rambu-rambu sejak di ayat pertama di wahyu pertama:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.”

Membaca harus sesuai dengan petunjuk Allah SWT yang menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Sudah berapa banyak orang yang mencoba untuk memahami arti hidup dengan hanya mengandalkan akalnya berujung kepada hasil yang meraba-raba, penuh keabua-abuan, kegelapan dan kesesatan.

Kurang apa akal cerdas seorang Stephen Hawking? Seorang fisikawan yang menelurkan berbagai teori, penemuan dan paten. Tetapi, ketika ia mencoba mengandalkan akalnya saja untuk mencari kebenaran tentang Tuhan, maka yang ia dapatkan hanyalah kehampaan yang membuat dia menjadi seorang atheis.

Kurang apa akal sehat seorang filsuf ternama sekelas Socrates? Seorang filsuf yang ketika seseorang belajar apa dan sejarah filsafat pasti akan menemukan namanya. Namun, dia mengatakan bahwa butuh 500 tahun hidup untuk mengetahui apa tujuan hidup manusia.

Padahal, seorang Muslim yang mempelajari Al Qur’an, maka dia akan menemukan salah satu jawaban penting dalam hidupnya itu di Surah Az Zariyat ayat 56. Tidak perlu hidup sampai 100 tahun apalagi 500 tahun.

Maka, benarlah jalan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW melatih akal dalam mencari kebenaran sampai kemudian logika mereka dituntun oleh cahaya ilmu Allah SWT kepada kebenaran hakiki. Menggunakan petunjuk Tuhan Yang Menciptakan akal, bukan menggunakan akal untuk ‘menciptakan’ Tuhan.

Penutup

Bagi seorang Muslim, urusan membaca bukanlah sekedar minat, tetapi sudah merupakan kebutuhan dan ketaatan atas perintah Allah SWT. Membaca tidak sekedar menggunakan akal, tetapi juga selalu berusaha mengikuti petunjuk cahaya Allah SWT lewat ayat-ayat qauliyah dan kauniyah-Nya, hikmah Sunnah Rasulullah SAW dan dasar-dasar keilmuan yang shahih.

Benar-benar membaca dengan cara yang benar akan mengantarkan seorang insan untuk mendapatkan ilmu yang benar. Ilmu yang benar akan mengantarkan seorang manusia berkata dan beramal yang benar.

Perkataan dan amalan yang benar mengantarkan seseorang bersikap, bersifat dan berkarakter sesuai iman yang benar. Iman dan amal shaleh yang benar mengantarkan seseorang ke tempat yang benar (surga), pada saat ia kembali keharibaan Allah SWT Yang Maha Benar.

_____
*) MAZLIS B. MUSTAFA, penulis adalah Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Pemuda Hidayatullah

Tags