Mengistiqomahi Manhaj
Oleh Imam NawawiPEMUDA Hidayatullah secara historis dan idealisme sangat berbeda dengan organisasi kepemudaan pada umumnya. Hal ini ditandai oleh dua hal.
Pertama, sejarah Hidayatullah itu sendiri yang merupakan organisasi massa dengan basis kader dan pesantren sebagai pusat pembinaan.
Kedua, keberadaan Pemuda HIdayatullah adalah dalam rangka mendowNload, menerima, dan memelihara serta mengembangkan manhaj gerakan yang selama ini terbukti efektif dan progressif di dalam memberikan warna dakwah dan tarbiyah yang progressif di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Fakta itu menjadikan kaum muda di Hidayatullah harus mengerti dan sekaligus terdepan di dalam aksi-aksi manhaj yang selama ini telah diteladankan.
Pertanyaannya bagaimana manhaj itu beroperasi menjadi cara pandang dalam merespon ragam keadaan yang sangat cepat berubah?
Pertama adalah memiliki kecintaan sekaligus pemahaman yang memadai perihal bagaimana Nabi Muhammad menempa diri, dari masa prawahyu, hingga memulai kesadaran keluarga akan Islam sebagai way of life.
Dari tahap ini saja sudah jelas output karakter yang harus melekat di dalam diri kaum muda lembaga. Mulai dari karakter jujur, gigih, hingga terus mengembangkan diri baik skill, wawasan, maupun pergaulan. Itu adalah rangkuman dari fase yatim, menggembala dan berdagang atau ambil global itulah masa prawahyu.
Kader yang mampu mengistiqomahi fase ini akan menjadi sosok kader yang fokus pada penempaan dirinya, setiap waktu sibuk mengecek dirinya, apakah sudah jujur, apakah skill baru yang kian tajam, apakah wawasannya bertambah dalam sehari ini dan seterusnya.
Pendiri Hidayatullah Ustadz Abdullah Said selalu mampu mengisi 24 jam waktunya dengan aktivitas membaca, mendengarkan radio, bahkan menulis. Padahal sepanjang matahari terbit, beliau sibuk dalam aksi lapangan membangun pesantren secara fisik.
“Apabila selesai dengan satu urusan, segeralah mengangkat urusan yang lain. Sibukkan diri dalam kegiatan, ambil dan pikul tanggungjawab sebanyak-banyaknya. Jangan sia-siakan kesempatan yang ada, semua waktu punya harga yang tinggi, jangan dilewatkan. Kehilangan waktu sudah pasti kerugian dan kekalahan.” (Mencetak Kader, lihat halaman 156).
Kedua, memasuki masa mengemban risalah. Di sini ada tahap iqra' bismirabbik, mencintai Alquran, bangun di tengah malam, hingga tandang ke gelanggang untuk dakwah.
Ringkasnya kaum muda HIdayatullah harus senantiasa berinteraksi dengan literasi dan narasi yang menguatkan iman dan taqwa kepada Allah. Diikuti dengan kecintaan membaca dan mempelajari Alquran, mulai dari tahsin sampai tafsir. Terus berusaha bangun setiap malam, meski hanya dua rakaat. Lalu tandang ke gelanggang. Tandang ke gelanggang untuk dakwah di era digital dan saat pandemi seperti sekarang, cukup jadikan media sosial sebagai media.
Ketiga, terus melakukan upaya perbaikan dalam hal kualitas syahadat. Ini sangat penting agar diri tak merasa hebat karena sudah punya gelar akademik. Tak merasa paling benar karena merasa paling sering interaksi dengan literatur. Di sini, karakter paling penting ditanamkan adalah kesiapan diri taat atas sistem imamah jamaah yang ditetapkan, sehingga umat Islam bisa menjadi kekuatan terbaik dalam keteladanan, dakwah dan pendidikan.
Kita bisa pelajari dari banyak kasus, bahwa besarnya organisasi tidak menjamin soliditas di dalamnya. Bahkan sebaliknya, semakin besar, jika tidak ada yang diistiqomahi, semakin banyak riak-riak perpecahan terjadi.
Oleh karena itu, semakin setiap kader terus memperhatikan kualitas syahadatnya insya Allah akan semakin indah ritme dan gerakan lembaga yang sama-sama kita cintai ini.
Satu sama lain akan saling menguatkan sistem yang ada, sehingga internalisasi dan ekspansi dakwah dapat berjalan beriringan. Bahkan ke depan, sisi ekonomi bisa dibangun dengan kekuatan jama'ah dan kepemimpinan.
Kalau begitu, berarit kita tidak bisa ikut bincang dan komentar tentang politik? Silakan saja sejauh wajar. Tetapi, kalau mau memberi solusi, maka sebaiknya tempa diri, hingga tiba waktunya, siaplah diri dan mental semua kader untuk memberikan jawaban. Kalau sekedar kritik, sedangkan kita masih muda, maka akan habis waktu tanpa produktivitas karya dan karakter yang dibutuhkan di masa depan.
Dengan apa itu akan kita capai, tentu saja dengan apa yang terurai di atas yang selanjutnya kita kenal sebagai bagian inti dari Manhaj Sistematika Wahyu.
Menurut Ustadz Nashirul Haq, Manhaj Sistematika Wahyu adalah Manhaj Nabawi.
"Suatu konsepsi gerakan yang dibangun di atas pondasi keimanan yang kuat dan utuh yaitu aqidah tauhid dengan slogan utama: Laa ilaaha illallah. Tauhid adalah falsafah hidup , sekaligus menjadi jawaban terhadap semua persoalan ummat manusia tentang hakikat keberadaan alam semesta dan manusia.
Di atas falsafah tauhid itulah peradaban Islam dibangun, di atas keyakinan akan keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagai pencipta dan penguasa alam semesta, sebagai Dzat yang menguasai setiap diri, yang berhak atas semua hukum di jagad raya ini." (Jati Diri Hidayatullah).
Dengan demikian terang bagi kita bahwa bergerak tak mesti pada arus viral kekinian. Justru bergerak yang sejati yang memastikan diri progressif, beradab, hingga akhirnya bisa melahirkan gagasan dan karya-karya spektakuler dan monumental. Allahu a'lam.
IMAM NAWAWI, Ketua Umum Pemuda Hidayatullah