Bukti Hidupnya Pemuda
PADA Kamis (24/9) siang ini saya ditemani Sekjen Pemuda Hidayatullah, Bang Majelis dan Ketua Departemen Humas Data dan Informasi, Bang Ainuddin, berkesempatan silaturrahim dengan cendekiawan Muslim Tanah Air, Dr. Adian Husaini di Attaqwa Collage, Depok, Jawa Barat.
Pertemuan itu berlangsung santai dan penuh keakraban. Ustadz Adian, biasa saya panggil beliau demikian, langsung memberikan sebuah pertanyaan kunci, “Apa bidang yang ditekuni oleh Pemuda Hidayatullah?”
“Pemuda Hidayatullah jangan terjebak dengan kata pemuda. Pemuda itu usianya, kiprahnya harus luas, bahkan sangat bagus kalau bisa lebih unggul dalam kiprah dakwah daripada DPP Hidayatullah,” seloroh beliau.
Sebuah ungkapan ringan namun sarat makna, terutama kala kaum muda di lembaga yang dikenal militan dalam dakwah ini benar-benar sadar bahwa eksistensi dirinya sebenarnya sangat diharapkan untuk kelangsungan, keberlanjutan, dan ketangguhan gerakan dakwah di masa depan.
Akan tetapi saat kita membuka lembaran sejarah negeri ini, awal lahirnya gerakan Islam yang mendorong lahirnya kesadaran merdeka dari penjajahan Belanda dipelopori oleh kaum muda.
Kiai Wahab mendirikan Nahdlatul Wathan saat berumur 26 tahun. Ketika itu Kiai Bisri Syamsuri menginjak usia 27 tahun, sedangkan Kiai Hasyim Asy’ari 41 tahun.
Bahkan Hidayatullah sendiri, didirikan oleh sosok Ustadz Abdullah Said pada 1973 di Balikpapan saat usia beliau baru 28 tahun. Dan, kini Hidayatullah telah eksis di seluruh Indonesia dengan mainstream gerakan dakwah dan tarbiyah.
Di masa Nabi Muhammad ï·º pun, kehadiran kaum muda juga memberikan pengaruh besar dalam ekspansi dakwah Islam. Seperti Zaid bin Tsabit, Usamah bin Zaid, dan Mushab bin Umair.
Semua ini menunjukkan bahwa kaum muda di Hidayatullah harus melihat substansi dirinya secara tepat dan menyeluruh.
Saran Ustadz Adian setidaknya ada tiga. Pertama, kuatkan intelektualisme. Kedua, lakukan dakwah dengan memanfaatkan sarana internet. Ketiga, hadirlah dengan gagasan-gagasan besar untuk Indonesia dan dunia ke depan.
Pemuda Hidayatullah harus mulai menekuni dunia intelektualisme agar visi dan kiprah yang selama ini telah ditorehkan para dai dapat disebarluaskan secara memadai dan bisa dinikmati generasi ke generasi dalam wujud karya-karya tulis, baik berupa artikel, buku, maupun jurnal. Langkah ini sangat penting, guna menjadikan umat semakin cerdas, utamanya terkait apa yang selama ini telah dilakukan oleh Hidayatullah.
Kemudian internet, Pemuda Hidayatullah harus memahami bahwa kategori daerah maju kini tidak lagi hanya bermakna kota, tapi semua tempat yang telah dijangkau oleh internet. Kalau dahulu orang di kota dianggap maju, sekarang orang di desa, pelosok dan dimanapun maju, selama internet bisa diakses dengan mudah.
Bahkan, jika kembali pada visi membangun peradaban Islam, upaya itu juga sangat mungkin diwujudkan di daerah-daerah, yang notabene, asalkan penduduk di desa itu rajin mengakses informasi dan ilmu melalui internet tidak akan banyak bedanya dengan masyarakat kota.
Selanjutnya, Pemuda Hidayatullah mesti hadir dengan gagasan-gagasan besar untuk Indonesia dan dunia. “Pemuda itu dinilai hadir atau terbukti ada eksistensinya hanya apabila punya gagasan dan konsisten dengan gagasannya,” demikian tegas Ustadz Adian.
Meski demikian, penulis buku-buku pemikiran dan peradaban itu berpesan, bahwa metode dakwahnya harus tetap merangkul, jangan memukul.
Dari dialog itu, maka jelas Pemuda Hidayatullah punya tanggungjawab sekaligus tantangan nyata bagaimana menjadikan dakwah kian masif seiring perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
Hadirlah sebagai sosok muda yang haus akan ilmu, tak pernah puas hanya menjadi pintar, tapi harus bisa memberikan manfaat besar, dan konsisten dengan nilai-nilai dan gagasan-gagasan besar yang telah diwariskan para pendiri lembaga.
Adapun konten dakwah maka sudah jelas, fasilitas sudah tersedia, jaringan internet, transportasi yang kian mudah, hingga jaringan yang telah tersedia di seluruh Indonesia, tinggal bagaimana Pemuda Hidayatullah punya gagasan besar.
Idealnya, sosok pemuda tak boleh puas hanya dengan dunia profesionalisme yang menjanjikan materi, tapi mesti tertantang hadir dengan spirit profetik dimana ada rasa keterpanggilan secara serius untuk mendidik umat, membawa umat pada kebaikan, sehingga pada akhirnya nanti Pemuda Hidayatullah dapat memberikan solusi kunci bangsa Indonesia maju dan bermartabat.
Dan, semua itu butuh dua hal setidaknya, yakni kesadaran dan gagasan. Karena tanpa kedua hal itu, pemuda hanyalah usia, bukan eksistensi.
Dalam Bahasa Abdullah Nashih Ulwan pada bukunya Pesan untuk Pemuda Islam kesadaran dan gagasan itu adalah yang dijiwai oleh konsepsi Rabbani yang suci dari rona-rona kebatilan, baik yang datang dari depan maupun dari belakang, yang mengajak umat manusia kembali pada fitrahnya. Allahu a’lam.
*) Imam Nawawi, Ketua Umum Pemuda Hidayatullah