News Breaking
PHTV
wb_sunny

Breaking News

Koalisi, Oposisi, atau Mengamati Situasi?

Koalisi, Oposisi, atau Mengamati Situasi?

Oleh Rasfiuddin Sabaruddin, MIRK

Apa yang kita saksikan, rasakan, dan jalani di muka bumi ini pada hakikatnya hanyalah sebuah sandiwara belaka dalam segala aspek kehidupan. Fenomena ini mencakup berbagai lapisan kehidupan kita sehari-hari, dari hubungan pribadi hingga dinamika sosial dan politik.

Sebagai manusia, kita sering kali terjebak dalam ilusi bahwa segala sesuatu di sekitar kita bersifat permanen dan absolut. Padahal, dalam perspektif agama dan filsafat, kehidupan dunia ini hanyalah sementara dan penuh tipu daya.

Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an:

وَمَا ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَاۤ إِلَّا لَعِبࣱ وَلَهۡوࣱۖ وَلَلدَّارُ ٱلۡـَٔاخِرَةُ خَیۡرࣱ لِّلَّذِینَ یَتَّقُونَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ

[Surat Al-An’am: 32]

"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?"

Dalam tulisan ini, penulis ingin mengupas sebuah topik yang sangat relevan dengan kondisi sosial-politik saat ini, yaitu sandiwara kekuasaan. Di Indonesia, kita sering melihat bagaimana kekuasaan sering kali dijadikan alat untuk memanipulasi dan mengendalikan masyarakat. Dalam konteks ini, Al-Qur'an memberikan kita tiga kisah berharga yang dapat menjadi pelajaran dalam menghadapi situasi serupa.

1. Kisah Nabi Ibrahim AS dan Raja Namrud

Kisah Nabi Ibrahim AS dengan Raja Namrud adalah salah satu contoh monumental tentang bagaimana penguasa yang zhalim bisa menantang kebenaran. Namrud, seorang raja yang sangat zalim, mengklaim kemampuannya untuk menghidupkan dan mematikan, sebuah klaim yang jelas bertentangan dengan kenyataan karena dia bahkan tidak mampu melakukan hal sederhana seperti menerbitkan matahari dari barat. Tindakan Namrud ini merupakan contoh dari keangkuhan dan penolakan terhadap kebenaran ilahi.

Nabi Ibrahim AS, dalam menghadapi tirani Namrud, menunjukkan keteguhan iman dan kebijaksanaan. Meskipun dia berada dalam posisi yang sangat lemah dan tertekan, Ibrahim AS tetap berpegang pada prinsip-prinsip kebenaran. Keteguhan dan kesabaran Nabi Ibrahim AS adalah pelajaran penting tentang bagaimana kita harus bertindak dalam menghadapi penguasa yang zalim. Ketika kebenaran diabaikan dan kekuasaan disalahgunakan, keteguhan iman dan strategi yang bijak sering kali menjadi alat untuk mengatasi ketidakadilan.

2. Kisah Nabi Musa AS dan Firaun

Kisah Nabi Musa AS menghadapi Firaun adalah contoh klasik dari pertempuran antara kebenaran dan kesombongan kekuasaan. Firaun menganggap dirinya sebagai Tuhan dan menindas rakyatnya dengan kejam. Dalam Al-Qur'an, kisah Firaun diabadikan sebagai pelajaran penting tentang konsekuensi dari keangkuhan dan ketidakadilan. Firaun yang menolak untuk menerima kebenaran dan terus menindas rakyatnya akhirnya mengalami kehancuran.

Nabi Musa AS, dengan bantuan dari Allah SWT, menghadapi tantangan besar dalam perjuangannya melawan Firaun. Dia menunjukkan kepemimpinan yang penuh keberanian dan dedikasi untuk menegakkan keadilan. Dalam konteks ini, kita belajar bahwa melawan kekuasaan yang zalim memerlukan keberanian, strategi yang matang, dan keyakinan yang kuat pada kebenaran.

3. Kisah Ashabul Kahfi

Kisah Ashabul Kahfi adalah contoh lain dari ketahanan iman di tengah penindasan kekuasaan. Pemuda-pemuda ini melarikan diri ke dalam gua untuk melindungi iman mereka dari kekuasaan yang menekan dan memaksa mereka untuk menyembah berhala. Kisah mereka, yang diabadikan dalam Al-Qur'an dan menjadi nama salah satu surat, menunjukkan bagaimana mereka memilih untuk bersembunyi dan mempertahankan iman mereka ketika dihadapkan pada situasi yang sangat sulit.

Keputusan Ashabul Kahfi untuk bersembunyi dan menjaga iman mereka di tengah penindasan merupakan pelajaran penting tentang ketahanan dan strategi yang tepat dalam menghadapi kekuasaan yang tidak adil. Kadang-kadang, menjauh dan bersembunyi dari kekuasaan yang menindas adalah pilihan yang bijaksana untuk menjaga integritas iman.

Strategi Menghadapi Kekuasaan yang Zalim

Ketiga kisah ini mengajarkan kita bahwa sandiwara kekuasaan sering kali berujung pada kehinaan bagi penguasa yang zalim. Namun, pertanyaannya adalah bagaimana seharusnya kita menyikapi sandiwara kepemimpinan yang zalim? Apakah kita harus bersikap brutal dan terang-terangan, masuk ke dalam lingkaran kekuasaan dan mengatur kekuatan, atau diam dalam kesunyian asalkan iman tetap terjaga?

Al-Qur'an memaparkan ketiga kisah ini agar kita dapat merumuskan strategi yang paling tepat dalam menghadapi kepemimpinan yang menindas. Pilihan kita mungkin bergantung pada konteks dan situasi yang kita hadapi. Kadang-kadang, sebuah tindakan langsung dan terang-terangan diperlukan untuk melawan ketidakadilan, sementara di waktu lain, strategi yang lebih hati-hati dan cermat mungkin lebih efektif. Mungkin juga ada kalanya kita harus memilih untuk menjauh dan menjaga iman kita dalam situasi yang tidak memungkinkan perubahan langsung.

Penting untuk merenungkan bahwa setiap situasi sandiwara kekuasaan memerlukan pendekatan yang kondisional dan sesuai dengan konteksnya. Memahami hikmah di balik ketiga kisah tersebut dapat membantu kita dalam merumuskan strategi yang bijaksana dan efektif dalam menghadapi tantangan kekuasaan yang tidak adil.

*) Ketua Umum Pemuda Hidayatullah

Tags